Selasa, 24 November 2009

80% Dusta di Akhir Pekan

06 Sep 02 10:25 WIB (Astaga.com)
Akhir pekan sebetulnya saat paling gawat bagi setiap hubungan. Betapa tidak, sekitar 80% pasangan kerap berdusta di akhir pekan. Mungkin pasangan Anda termasuk diantaranya?


Akhir pekan yang seharusnya menjadi saat paling indah untuk berdua, kadang berubah menjadi momok yang menakutkan. Betapa tidak, ternyata berbagai peristiwa yang menegangkan pikiran, justru banyak terjadi di saat itu.

Salah satunya seperti yang digambarkan hasil studi berikut. Sekitar 80% pasangan, ternyata kerap berdusta di akhir pekan --dan hari libur lain. Entah dusta untuk kepentingan sendiri, ataupun berdusta untuk kebahagiaan bersama.

Tapi, bila kita meminjam petuah pakar relationship Al Cooper, dusta merupakan awal dari keretakan hubungan. Apapun jenisnya. Dusta bisa memicu pertengkaran, yang akhirnya membuahkan perpisahan atau perceraian.

Memang tidak semua pasangan begitu. Terlebih, tak semua pasangan punya temperamen tinggi dan mudah tersulut amarah. Lagi pula, kalau emosi sedang meluap, pertengkaran bisa terjadi kapan saja.

Namun, "Disadari atau tidak, umumnya perselisihan akan meluap hingga terjadi pertengkaran hebat di akhir pekan atau ketika liburan," kutip majalah terbitan Italia, Riza Psicosomatica. Kenapa bisa begitu?

Hari libur adalah saat dimana pasangan bisa bertemu dan berkumpul, saat mereka punya kesempatan bicara atau berdiskusi tentang banyak hal, termasuk yang tak mengenakkan. "Tidak sedikit pasangan yang merasa tertekan dibuatnya."

Bila tak bisa menahan diri, maka akhir pekan itu akan berubah menjadi ajang pertengkaran dan mungkin perpisahan. "Karena di akhir pekan, akumulasi beban stres dan emosi sedang pada puncak-puncaknya."

Pada saat itu, orang cenderung lebih sensitif dan posesif. "Sehingga mudah teruslut untuk mengambil keputusan ekstrim." Oleh sebab itu, pandai-pandailah menjaga perasaan masing-masing di hari libur. (imaulana)

Apakah Anda Perfeksionis?

Tujuan Anda mungkin baik, agar semua pekerjaan berjalan lancar, rapih, sesuai jadwal dan terorganisir. Tapi buat orang lain, bisa jadi hal itu memuakkan.


Kesempurnaan memang bukan hal yang buruk, bahkan banyak orang mendambakan hal itu. Tapi, menjadi orang yang sempurna, rasanya tak mungkin. Orang bijak berpendapat, angka 10 atau sempurna, itu hanya milik Tuhan.

Namun, dalam karir, sering kita bertemu dengan orang yang sangat ingin pekerjaannya sempurna. Orang seperti inilah yang kita sebut perfeksionis. Coba perhatikan ciri-ciri berikut, siapa tahu Anda termasuk perfeksionis:

1. Perfeksionis membenci pendelegasian, meskipun tugas-tugas yang didelegasikan itu mudah. Ketimbang memberikannya pada orang lain, orang ini lebih suka mengerjakannya sendirian.

2. Karena sangat takut salah atau gagal, perfeksionis cenderung fokus pada masalah kecil, yang bukan gambaran keseluruhan.

3. Bila diminta presentasi atau berbicara di depan umum –-yang jelas-jelas bukan keahliannya-– si perfeksionis memilih menunda-nunda hari-H untuk melakukannya, daripada mengakui bahwa ia tak bisa melakukannya dengan baik.

4. Kalau dipuji, mereka langsung mengambil sikap berjaga-jaga, “ada udang apa di balik pujian itu”.

5. Perfeksionis umumnya bekerja di bidang-bidang sebagai berikut: programming komputer, akunting, penelitian, penjualan, sekolah, obat-obatan, fotografi, periklanan, dan penerbitan. (imaulana/r)